SOLUSI KESEHATAN LAMBUNG

Kamis, 07 Desember 2017

Epedemiologi Penyakit Maag

Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi jaringan mukosa (jaringan lunak) lambung. Gastritis atau yang lebih dikenal dengan magh berasal dari bahasa Yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosive. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat samping pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak diketahui.
Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna atas. Penderita gastritis akut erosif yang tidak mengalami perdarahan sering diagnosisnya tidak tercapai. Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemeriksaan khusus yang sering dirasakan tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja.
Jenis gastritis yang lainnya yaitu gastritis kronik. Gastritis kronik adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun. Gastritis kronik sering dihubungkan dengan ulkus peptik dan karsinoma lambung, tetapi hubungan sebab akibat antara keduanya belum pernah dapat dibuktikan.
B.     EPIDEMIOLOGI
Adanya kasus gastritis di masyarakat :
1.       Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record Rumah Sakit Hospital pada tahun 2010 ditemukan jumlah pasien yang dirawat dengan penyakit infeksi pada saluran pencernaan adalah 55% dengan diare, 34.5% dengan gastritis, 4% dengan infeksi usus, 3.5% dengan peritonitis, dan 3% dengan penyakit infeksi lainnya.
2.       Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia menjaga kesehatan lambungnya, menyebabkan jumlah penderita gastritis mengalami grafik kenaikan. Di penjuru dunia saat ini penderita gastritis mencapai 1.7 miliar. Hasil penelitian riset Brain & Co dengan PT. Kalbe Farma tahun 2010, terhadap 1.645 responden di Medan, Jakarta, Surabaya dan Denpasar mengungkapkan 60% dari jumlah responden menderita gastritis.
3.       Menurut Dr.Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB dari Divisi Gastroenterologi- Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/ RSUPN Cipto Mangunkusumo, dari hasil penelitian yang dilakukan RSCM pada sekitar 100 pasien dengan keluhan dispepsia, didapatkan 20% penderita yang mengalami kelainan organik. Kelainan ini ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan menggunakan endoskopi. Suatu penelitian lain dengan junlah pasien yang cukup besar dan melibatkan pusat endoskopi pada beberapa kota di Indonesia juga menunjukkan tingginya penderita gastritis kronis. Dari 7.092 kasus dispepsia yang dilakukan endoskopi, ditemukan 86.41% pemderita mengalami dispepsia fungsional. Data-data penelitian dari luar negeri juga menunjukkan angka yang tidak terlalu berbeda.
C.    KLASIFIKASI
Gastritis ada 2 kelompok yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Tetapi gastritis kronik bukan merupakan lanjutan dari gastritis akut, dan keduanya tidak saling berhubungan.
1.Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut erosif.Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis.
2.Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal : 101).Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori (Brunner dan Suddart, 2000, hal : 188).
Gastritis kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B:
1.      Dikatakan gastritis kronik tipe A (korpus) jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini.
2.      Gastritis kronik tipe B (antrum) lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
D.    PATOGENESIS
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung, yaitu :
1.      Kerusakan mukosa barrier sehingga difusi balik ion H meninggi.
2.      Perfusi  mukosa lambung yang terganggu.
3.      Jumlah asam lambung.
Faktor-faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri. Misalnya stres fisik akan menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu, sehingga timbul daerah-daerah infark kecil. Di samping itu, sekresi asam lambung juga terpacu.Mukosal barrier pada penderita stres fisis biasanya tidak terganggu. Hal inilah yang membedakannya dengan gastritis erosif karena bahan kimia atau obat. Pada gastritis refluks, gastritis karena bahan kimia, obat, mukosal barrier rusak sehingga difusi balik ion H meninggi. Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan mempercepat kerusakan mukosal barrier oleh cairan usus.
Pada umumnya patogenesis gastritis kronik belum diketahui. Gastritits kronik sering dijumpai bersama-sama dengan penyakit lain, misalnya anemia, penyakit Addison dan Gondok, anemia kekurangan besi idiopatik. Gastritis kronik antrum-pilorus hampir selalu terdapat bersamaan dengan ulkus lambung kronik. Beberapa peneliti menghubungkan gastritis kronik fundus dengan proses imunologi. Hal ini didasarkan pada kenyataan kira-kira 60% serum penderita gastritis kronik fundus mempunyai antibodi terhadap sel parietalnya. Gastritis kronik antrum-pilorus biasanya dihubungkan dengan refluks usus-lambung.
E.     FAKTOR RISIKO
1.    Pola Makan Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
a.    Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001). Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi.
Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004). Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005). Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).
b.    Jenis Makanan.
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011). Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.
Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011). Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).
c.    Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).
2.    Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic. Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011). Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011). Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011).
3.    Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The Miracle of Enzyme” menemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008). Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008). Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung
4.    Rokok.
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung.
Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004). Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
5.    Obat-Obatan.
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (AINS) (Suyono, 2001). Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa.
Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis
6.    Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut
a.    Stress Psikis Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup
b.    Stress Fisik Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung (Anonim, 2010).
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
7.    Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).
8.    Infeksi Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung.
Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis .
9.    Usia.
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda.
Sebaliknya, jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001).
F.     GEJALA KLINIS
1.      Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buru ketika makan
2.      Mual
3.      Muntah
4.       Kehilangan selera makan
5.      Kembung
6.       Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan
7.      Kehilangan berat badan
Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronik yang berkembang secara bertahap biasanya mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera. Gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok/luka pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segera.
Sebagian besar penderita gastritis kronik tidak memiliki keluhan. Sebagian kecil saja yang mempunyai keluhan biasanya berupa : nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, nyeri seperti ulkus peptik dan keluhan-keluhan anemia. Pada pemeriksaan fisis sering tidak dapat dijumpai kelainan. Kadang-kadang dapat dijumpai nyeri tekan midepigastrium yang ringan saja. Pemeriksaan laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat dijumpai anemia makrositik. Uji coba ciling tidak normal. Analisis cairan lambung kadang-kadang terganggu. Dapat terjadi aklorhidria. Kadar gastrin serum meninggi pada penderita gastritis kronik fundus yang berat. Antibodi terhadap sel parietal dapat dijumpai pada sebagian penderita gastritis kronik fundus.
G.    DIAGNOSIS
Jika seseorang merasakan nyeri pada perut sebelah atas disertai mual dan gejalanya menetap maka dokter akan menduganya Gastritis. Dan bila seseorang didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabanya. Pemeriksaan tersebut meliputi :
1.      Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibakteri H.pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.
2.      Pemeriksaan pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi H.pylori atau tidak.
3.      Pemeriksaan feces
Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori dalam feces atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.
4.      Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini.
Jika ada  jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu lebih kurang 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, lebih kurang satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan ondoskop.
5.      Ronsen saluran cerna bagian atas
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika dironsen
H.    PENCEGAHAN GASTRITIS
Agar kita terhindari dari penyakit gastritis, sebaiknya kita mengontrol semua Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gastritis, dengan melakukan tindakan pencegahan seperti dibawah ini:
·         Makan yang teratur
·         Hindari alkohol
·         Makan dalam porsi kecil dan sering
·         Menghindari stress
·         Mengunyah 32 kali
·         Menghindari rokok
I.       PENGOBATAN/PENANGGULANGAN
1. Cara Perawatan Gastritis
a.       Ketika sedang sakit, makanlah makanan yang lembek yang mudah dicerna dan tidak merangsang asam lambung
b.      Hindari makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung, seperti makanan pedas, makanan yang asam, tinggi serat, zat tepung
c.       Hindari minuman yang merangsang pengeluaran asam lambung seperti teh kopi, alkohol
d.      Makan secara teratur
e.       Minum obat secara teratur
f.       Hindari stress fisik dan psikologis
2. Pemberian Obat-obatan
Pengobatan yang dilakukan terhadap Gastritis bergantung pada penyebabnya. Pada banyak kasus Gastritis, pengurangan asam lambung dengan bantuan obat sangat bermanfaat. Antibiotik untuk menghilangkan infeksi. Penggunaan obat-obatan yang mengiritasi lambung juga harus dihentikan. Pengobatan lain juga diperlukan bila timbul komplikasi atau akibat lain dari Gastritis.
Kategori obat pada Gastritis adalah :
a.       Antasid : menetalisir asam lambung dan menghilangkan nyeri
b.      Acid blocker membantu mengurang jumlah asam lambung yang diproduksi
c.       Proton pump inhibitor : menghentikan produksi asam lambung dan menghambat H.pylori.
3. Pengobatan tradisional
Banyak cara pengobatan tradisional yang dapat mengobati penyakit maag, salah satunya dengan resep di bawah ini yang penulis dapat berikan:
Bahan:
Daun jambu biji ................. 5 lembar
Pegagan ............................ 10 lembar
Kencur .............................. 5 biji
Ketumbar .......................... 11 biji
Kayu Manis ...................... ½ jari tangan
Cara meramu:
Cuci bersih semua bahan, kemudian rebus bahan dengan 4 gelas air hingga tersisa sekitar 3 gelas. Angkat dan saring.
Aturan pakai:
Minum ramuan setelah makan, dengan dosis sebagai berikut;
-          Anak umur 9-12 tahun, 3 kali sehari, masing-masing 1/3 gelas.
-          Dewasa, 3 kali sehari, masing-masing ½ gelas
Insya Allah penyakit maag akan berkurang sakitnya.
BAB III
KESIMPULAN
1.      Gastritis atau yang lebih dikenal maag adalah penyakit tidak menular yang disebabkan imflamasi (pembengkakan) dari mukosa lambung.
2.      Gastritis ada 2 kelompok yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Tetapi gastritis kronik bukan merupakan lanjutan dari gastritis akut, dan keduanya tidak saling berhubungan.
3.      Ada banyak factor risiko yang dapat menyebabkan maag antara lain, pola makan yang tidak teratur, jenis makanan yang dapat memicu asam lambung kopi, teh, rokok, alcohol, stress, obat-obatan, dan usia
4.      Gejala gastritis bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya. Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan rasa tidak nyaman di perut sebelah atas.
5.      Pencegahan dari penyakit ini yaitu dengan menghindari semua factor risiko yang dapat memicu timbulnya penyakit gastritis
6.      Pengobatan dengan memberikan obat yang dapat menetralisir asam lambung seperti antasida, selain itu selalu perhatikan pola konsumsi makanan, hindari makanan yang dapat memicu naiknya asam lambung.

Di tulis ulang dari  http://akmal-rsfr.blogspot.co.id/2013/01/makalah-gastritis.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar